Headlines News :
Home » » Tokoh Islam Dunia | Fazlurrahman | rekonstruksi pemikiran islam dan neo-modernisme

Tokoh Islam Dunia | Fazlurrahman | rekonstruksi pemikiran islam dan neo-modernisme

Written By Unknown on Wednesday, January 9, 2013 | Wednesday, January 09, 2013



Fazlurrahman selain tokoh islam dunia, Fazlurrahman juga seorang pembaru pemikiran Islam par excellent yang lahir dari tradisi keagamaan (mazhab Hanafi) yang cukup kuat. Fazlurrahman Lahir pada tanggal 21 September 1919, Fazlurrahman kecil terbiasa dengan pendidikan dan kajian-kajian keislaman yang dilakukan oleh ayahnya sendiri, Maulana Syahab al-Din, dan juga dari Madrasah Deoband. Dalam usia sepuluh tahun, Fazlurrahman sudah hafal Al-Qur_an di luar kepala. Ketika berusia empat belas tahun, bocah yang suatu saat menjadi tokoh islam dunia  ini sudah mulai belajar filsafat, bahasa Arab, teologi, hadis, dan tafsir. Berikutnya, Fazlurrahman berhasil menguasai bahasa Persia, Urdu, Inggris, Perancis, dan Jerman, selain juga mempunyai pengetahuan yang workable tentang bahasa-bahasa Eropa Kuno, seperti Latin dan Yunani.
Situasi pemikiran dan gerakan Islam di Anak Benua India (Indo-Pakistan) tak bisa dipungkiri merupakan latar sejarah yang menyangga konstruk kesadaran dan pemikiran Rahman. Di belahan Indo-Pakistan ini, dinamika pembaruan pemikiran Islam begitu marak dan berakar jauh sejak masa Syah Waliyyullah Ibn Abd al-Rahim al-Dihlawi (w. 1763). Rahman mengkategorikan corak pembaruan awal mula ini sebagai bentuk revivalisme[1] pra-modernis. Corak pemikirannya mengedepankan pendekatan tahtbiiq sebagai cara sistematis untuk menghampiri Al-Qur_an dan Al-Hadis. Tathbiiq menyediakan metoda untuk melakukan ijtihad dan menarik istinbat hukum, sekaligus memberi arahan yang jelas tentang bagaimana menerapkannya. Selain itu, Syah Waliyyullah juga merupakan tokoh pertama yang berupaya untuk menggabungkan sejarah nabi secara sistematis dan menjelaskan bahwa aturan sosial yang diberikan para nabi itu dapat secara rasional diinterpretasikan sesuai dengan kebutuhan umat Islam pada masanya masing-masing. Untuk itu ia berusaha untuk mengintegrasikan beragam ilmu pengetahuan Islam, dari hadis, fiqih, teologi, filsafat, dan sufisme, yang pada hemat saya, semua itu dilakukannya untuk mendekati Islam sebagai sebuah agama yang dinamis dan dapat diterapkan sesuai dengan konteks zamannya masing-masing. 

Pada kurun berikutnya, demam kebangkitan Islam (an-nahdlah) yang digelorakan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani di Mesir, sampai juga ke Anak Benua India. Gelora kebangkitan yang dipicu oleh semangat ingin melepaskan diri dari cengkraman imperialisme itu memunculkan paling tidak tiga bentuk penyikapan; ada yang konfrontatif sehingga menolak secara apriori apapun yang berasal dari Barat, ada yang apologetik lalu mengklaim nilai-nilai positif yang berasal dari Barat itu sesungguhnya mempunyai akar dan jejak dalam khazanah Islam, dan ada pula yang akomodatif kemudian melihat Barat sebagai realitas yang tak terpisahkan dari kemajuan itu sendiri sehingga harus ditiru dan diakomodasi.

Sayyid Ahmad Khan (w. 1898) sebagai tokoh yang amat disegani pada waktu itu, secara apologetis, ingin membuktikan bahwa kebenaran agama selalu berkorespondesi dengan fitrah manusia dan hukum alam. Termasuk di dalamnya, Islam secara keseluruhan berkesesuaian dengan kemajuan, terutama dengan kemajuan kebudayaan Inggris abad 19 dengan pengetahuannya yang baru, moralitasnya yang humanitarian dan liberal, serta rasionalismenya yang saintifik. Inilah sebuah penyikapan yang khas modernisme klasik dari gerakan Islam. Gerakan ini menebarkan pemikiran-pemikirannya melalui lembaga pendidikan Aligarh yang didirikan oleh Sayyid Ahmad Khan pada tahun 1875. Sealur dengan ide modernisme Sayyid Ahmad ini, Sayyid Amir Ali (w.1928) merumuskan apologetika dan ideologi Islam baru.

Sementara itu Sir Muhammad Iqbal (w. 1938) berusaha menghidupkan kembali seluruh dunia muslim melalui pandangan Islam yang dinamis. Ia mengkritik pemahaman Islam yang pada waktu itu statis, sempit, kaku, dan dogmatik. Seraya Iqbal menyerukan pandangan Islam yang memandang kehidupan sebagai gerak dinamis; tindakan adalah baik, dan kehidupan bukan untuk direnungi saja, tetapi untuk dijalani dengan bersemangat. Ia juga menyatakan bahwa agama dan proses ilmu pengetahuan, meskipun metodenya berbeda, namun tujuan akhirnya adalah sama.

Meski demikian, gerakan modernisme klasik yang dipelopori Sayyid Ahmad Khan ini mendapat tantangan internal yang tidak ringan. Ada yang mengambil langkah-langkah moderat dan ada pula yang mengambil jalur konservatif-fundamentalis. Muhammad Syibli Nu`mani (w. 1914) berusaha menjembatani pemikiran kalangan Aligarh yang cenderung modernis dengan kalangan perguruan Deoband yang tradisional dan konservatif. Melalui lembaga pendidikannya, Nadwatul Ulama, ia berusaha menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan khasanah Islam klasik bagi anak didiknya. Sayangnya, sepeninggal Syibli lembaganya tidak menunjukkan kewibawaan pemikiran seperti yang diharapkan. Bahkan, terperosok menjadi sosok konservatisme yang lebih ekstrem. 

Dari jalur lain, aliran Deoband sebagai representasi pemikiran sebuah universitas berhaluan konservatif yang setara dengan Universitas Al-Azhar Cairo, mempelopori kritik tajam terhadap kalangan modernis yang mereka cap sebagai kalangan westernis. Mereka menganggap kalangan modernis terlalu terpukau kepada Barat sehingga semuanya diukur dan diorientasikan dengan nilai-nilai Barat. Kalangan ini ingin menegakkan supremasi dan otentisitas Islam vis a vis Barat yang imperalis itu.

Dari atmosfer pemikiran Deoband inilah lahir sebuah gerakan baru yang bercorak revivalis, atau lebih tepatnya neo-revivalis, yang dipelopori oleh Abul A`la Al-Mawdudi (w. 1979) dengan Jemaat Islami-nya. Dia mengkritik keras pandangan kalangan modernis sehubungan dengan spektrum Islam dan kemoderenan (Barat). Al-Mawdudi mengitrodusir hubungan antara Islam dan Jahiliyah untuk melihat hubungan Islam dan Barat. Ia menyebut kebudayaan Barat kontemporer sebagai Jahiliyah moderen. Menurutnya, untuk kebangkitan Islam, umat tidak perlu mengambil model dan sistem Barat yang sekuler itu, tetapi cukup dengan menggunakan Syariah Islam yang merupakan petunjuk lengkap dan final. Karena kelengkapan ajarannya itu, seorang muslim tidak akan pernah hidup dalam keadaan hina dan tidak berdaya. Islam menurut Al-Mawdudi, dalam bahasa Montgomery Watt, telah mencapai finalitas, superioritas, dan self sufficiency dalam segala dimensinya; ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.

Pergumulan pemikiran yang menegang antara kalangan modernis dengan kalangan tradisionalis-konservatif-revivalis ini menjulur sampai saat mereka bersama-sama harus merumuskan konsep kenegaraannya. Kalangan modernis melihat Islam sebagai dasar negara adalah suatu konsep dan nilai yang dinamis sehingga bisa menjadi landasan bagi konsep-konsep negara yang moderen. Sementara kalangan tradisionalis berpendapat, politik dalam Islam adalah wujud kedaulatan Tuhan. Pertentangan dua kutub pemikiran ini hampir tidak bisa ditengahi, sampai Liyaqat Ali Khan (P.M. Pakistan ketika itu) mengajukan objective resolution pada tanggal 7 Maret 1949. Inti resolusi itu adalah kedaulatan hanya milik Allah. Hanya saja, Dia mendelegasikan otoritas-Nya kepada Negara Pakistan melalui rakyatnya agar dilaksanakan dalam batas-batas yang telah ditentukan-Nya. Objective resolution yang kemudian ditubuhkan menjadi konstitusi negara pada tahun 1956 ini memang berhasil meredam ketegangan, tapi tetap saja menyimpan ketidakpuasan dari kedua belah pihak yang berikutnya menjadi benih-benih perselisihan. 
Rekonstruksi Pemikiran Islam: Neo-Modernisme
 

Suasana pergolakan gerakan dan pemikiran Islam semacam itulah yang menjadi latar dan sekaligus rahim dimana Fazlurrahman berkembang dan membangun kesadaran berfikirnya. Rahman menguasai dengan baik khazanah keilmuan Islam klasik (baca: ortodoksi) dan sekaligus melek terhadap ilmu-ilmu moderen. Dia tidak ingin terbelit oleh salah satu dari dua kutub pemikiran yang menegang terus itu. Ia ingin mengatasinya, mengurainya, dan keluar dengan sintesa pemikiran baru yang menyegarkan dan mencerahkan; seraya memposisikan dirinya sebagai penganjur neo-modernisme.

Menurut Fazlurrahman, sejarah gerakan pembaruan Islam selama dua abad terakhir, paling tidak, terbagi dalam empat tipologi. Dia menempatkan dirinya masuk dalam corak gerakan yang keempat. Keempat tipologi itu adalah sebagai berikut:
  • Golongan Revivalis (Pra-Modernis), mulai muncul pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang dipelopori oleh gerakan Wahabiyah di Arab, Sanusiyah di Afrika Utara, dan Fulaniyah di Afrika Barat.
  • Gerakan Modernis, yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (w. 1897) di seluruh Timur Tengah, Sayyid Ahmad Khan (w. 1898) di India, dan Muhammad Abduh (w.1905) di Mesir.
  • Gerakan Neo-Revivalisme, yang mempunyai corak _moderen_ namun agak reaksioner, dimana Abul A`la Al-Mawdudi dengan Jemaat Islami-nya menjadi model yang tipikal bagi gerakan ini.
  • Gerakan Neo-Modernisme, Rahman mengkategorikan dirinya termasuk dalam barisan gerakan ini. Sebab, menurutnya, neo-modernisme mempunyai sintesis progresif dari rasionalitas modernis di satu sisi dengan ijtihad dan tradisi klasik di sisi yang lain. Dan ini merupakan pra-syarat utama bagi Renaissance Islam.
Model pemikiran sintesis-progresif semacam apakah yang dibawa gerakan neo-modernisme ini? Rahman, dalam catatan penulis, satu langkah lebih maju dari kalangan modernis maupun tradisionalis Islam dalam dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan soal metodologi. Kedua, berkaitan dengan buah pemikiran. Secara metodologis, Rahman memberi perspektif historis dalam menghampiri Islam dan di membubuhkan analisis hermeneutika-obyektif dalam menggali Al-Qur_an. Hasilnya adalah buah pemikiran yang mempunyai pijakan kukuh di atas pondasi tradisi (ortodoksi) Islam, sekaligus mampu keluar dari jebakan stagnasinya untuk menggamit ruh tradisi yang kontekstual dan kompatibel bagi zamannya, yakni ruh Islam yang substantif dan liberatif.
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Situs-situs Terkait

Music

 
Support : Muhammad Arwani Proudly powered by Blogger
Copyright ; 2012. Agama tanpa ilmu pengetahuan akan buta - All Rights Reserved
Copright SMK Manba'ul Huda Published by Blogger