PENDIDIKAN ANAK
I.
PENDAHULUAN
Anak
merupakan salah satu tujuan dari suatu pernikahan. Anak adalah amanat dari
Allah SWT, oleh karena itu kita harus menjaga dan mendidik anak sesuai ajaran
Rasulullah SAW. Kita tidak boleh salah mendidik anak, karena anak adalah
harapan dan cita-cita orang tua. Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang
tua.
Kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga, tidak bisa dilepaskan dari
pendidikan sebelumnya yakni dalam kandungan atau sebelum lahir (prenatal),
sekitar saat kelahiran (perinatal), saat baru kelahiran (neonatal), setelah
kelahiran (postnatal), termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan demikian bila
dikaitkan dengan pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian yang masih ada
keterkaitannya pendidikan sebelumnya. Sehingga dapat terwujudnya generasi yang
unggul, dan pendidikan itu memang merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan
manusia.
II.
BUNYI HADITS
DAN ARTINYA
Hadits 1 : Tentang anak lahir atas dasar fitrah
عن ابى هريرة
رضى الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما من مولود الا يولدعلى الفطرة
فابواه يهودانه وينصرانه اويمجسانه كما تنتج البهيمة بهيمة جمعاء هل تحسون فيها من
جدعاء ثم يقول ابوهريرة رضي الله عنه :فطرة الله التي فطر الناس عليها لا تبديل
لخلق الله ذ لك الدين القيم (اخرجه
البخارى في كتاب الجنائز)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah
bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan
Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani
atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna.
Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci
ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu.
(Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar”. (Hadits
diriwayatkan Imam al-Bukhori).
Hadits 2 : Tentang hal-hal yang dilakukan terhadap
anak yang baru lahir
عن ابى سمرة
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الغلام مرتهن بعقيقه يذبح عنه يوم السابع
ويسمى ويحلق رآسه (اخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)
Artinya : Dari Abi Samroh berkata, bersabda Rasulullah SAW :“anak itu
tergadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan (binatang) pada hari ke
tujuh dari hari kelahirannya, menberi nama dan dicukur kepalanya”( Hadits
diriwayatkan Imam Tirmidzi)
Hadits 3 : Tentang pendidikan fisik atau ketrampilan
عن ابي رافع قال قلت يا رسول الله اللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق
الولد على الوالد ان يعلمه الكتا بة والسباحة والرمي (الرماية) وان يورثه(وان لا
يرزقه الا)طيبا(هذا حديث ضعيف,من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحي ابن معين
والبخاري وغيرهما باب ارتباط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل) [1]
Artinya : Dari Abu Rafi’ r.a., telah berkata, saya bertanya ya Rasulullah
apakah ada hak orang tua kepada kita seperti haknya kita kepada mereka ?
bersabda Rasulullah SAW : “Ya, Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah
mengajarinya tulis baca, mengajarinya berenang dan memanah, tidak memberinya
rizqi kecuali rizqi yang baik.”
Hadits 4 : Tentang pendidikan salat terhadap anak usia
tujuh tahun
عن عمرابن
شعيب عن ابيه عن جده قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مروا اولادكم بالصلاة وهم
ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء عشر وفرقوا بينهم في المضا جع (اخرجه ابو
داود في كتا ب الصلاة)
Artinya : Dari Umar bin Syu’aib
dari ayahnya dari kakeknya berkata : berkata Rasulullah SAW : “Suruhlah anak-anakmu
sholat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur
sepuluh tahun dan pisahlah tempat tidur mereka” (Hadits diriwayatkan Imam Abu
Dawud dalam kitab al-Salat).
III.
PEMBAHASAN
Makna
hadits pertama adalah bahwa setiap manusia dilahirkan (ditetapkan) berada pada fitrahnya
(Islam), namun perlu adanya pengajaran kepadanya dengan perbuatan (untuk tetap
senantiasa berada dalam Islam). Maka barangsiapa yang telah Allah tetapkan
keadaannya sebagai orang yang beruntung (Islam), Allah akan mempersiapkan
baginya seorang yang mengajarinya kepada jalan yang benar, dan menjadilah anak
itu siap untuk melakukan kebaikan. Barangsiapa yang Allah telantarkan dan tetapkan sebagai orang yang
celaka, Dia akan jadikan sebab orang yang akan mengubah fitrahnya sehingga
mampu mengubah ketetapan fitrahnya. Hal ini sebagaimana yang tersebut dalam
hadits, yaitu adanya peranan kedua orangtua dalam mengubah anaknya (yang
berfitrah Islam) menjadi orang yang beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Setelah
anak itu di didik oleh kedua orang tuanya, maka pendidik selanjutnya adalah
lingkungan. Tetapi, Allah menciptakan manusia itu mempunyai naluri beragama
yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka itu hanya
pengaruh lingkungan. Maka, lingkungan itu penting sekali untuk perkembangan
anak. Maka kita harus berhati-hati dalam memilih lingkungan. Kalau lingkungan
itu bagus, maka perkembangan jiwa anak itu akan bagus. Demikian juga
sebaliknya.
Makna hadits kedua adalah tentang
kesunahan menyembelih kambing saat anak berumur tujuh hari, yang kemudian
disebut Aqiqah. Aqiqah merupakan tanda
syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat anak
yang diberikan-Nya. Juga sebagai washilah (sarana)
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjaga dan memelihara sang bayi.
Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa hukum aqiqah adalah
sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi
para wali bayi yang mampu, bahkan
tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit. Kesunahan yang lain
saat anak berumur tujuh hari adalah memberi nama yang baik dan mencukur
rambutnya.
Sedangkan pada hadits
ketiga merupakan cerminan kewajiban orang tua terhadap anaknya, yaitu mengajari
baca tulis, berenang, memanah, dan memberi rizki anak-anaknya dengan hal-hal yang
halal dan baik. Hal ini mengandung pengertian bahwa orang tua berkewajiban
memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya yaitu pendidikan yang berupa
pengetahuan dan ketrampilan dan juga membesarkan anak-anaknya dengan rizki yang
baik tidak tercampur dengan yang subhat apalagi haram. Namun demikian bukan saja orang
tua yang memiliki kewajiban kepada sang anak, tapi sebaliknya anak juga
mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan terhadap orang tuanya. Seperti
menuruti perintahnya selagi tidak menyekutukan Allah, mendo’akan, dan
merawatnya.
Hadits yang keempat
merupakan penegas dalam hal mempertahankan fitrah anak agar tetap berada dalam
kefitrahannya (Islam), yaitu dengan mengajarkan salat dimulai dari sedini
mungkin yakni umur 7 tahun. Bahkan orang tua berhak memukul bila pada umur 10
tahun anak masih enggan mengerjakan salat. Pelajaran lain yang diajarkan Rasul
pada hadits ini adalah memisahkan tempat tidur anak-anak dengan orang tuanya.
Hal ini mengajarkan tentang privasi orang tua yang tidak boleh diganggu oleh
anaknya, atau sebaliknya.
Arahan Nabi saw untuk mendidik anak
sejak usia dini seperti di atas jangan dipertentangkan dengan hadits yang
menyuruh shalat kepada anak pada usia 7 tahun. Sebab hadits itu tidak membatasi
hanya shalat saja yang harus diajarkan sejak dini. Demikian juga tidak
membatasi pada usia 7 tahun harus memulai pendidikan anak. Hadits hanya
menginformasikan, untuk konteks shalat perintah shalat kepada anak harus sudah
mulai keras ditekankan pada usia 7 tahun. Pada usia 10 tahun mulai berlakukan
hukuman, yakni memukul yang tanpa mencederai dan “hukuman ruangan” di antaranya
dengan tidak membolehkannya tidur di tempat tidur biasanya.
Tidak tepat juga dipahami bahwa
mendidik anak itu dimulai pada usia sekolah di sekolah mereka; bahwa mendidik
anak itu tanggung jawab guru dan sekolah karena hanya merekalah yang mempunyai
skill pendidikan. Sebab Islam justru menyatakan bahwa setiap orangtua haruslah rabbayani
shaghiran; mendidik, mengurus, mengasuh, menanamkan nilai-nilai rabbaniyah
kepada anak dari sejak kecil. Semua orangtua dengan demikian dituntut untuk
menjadi guru bagi anak-anaknya. Mendidik anak ibadah, hanya mendekati yang
halal, menjauhi yang haram, beraqidah yang benar, dan berakhlaq mulia, tidak
mensyaratkan harus sekolah tinggi atau kuliah di perguruan tinggi. Mendidik
anak dalam hal-hal yang fardlu ‘ain sebagaimana disebutkan itu merupakan
kewajiban dan kemampuan yang sudah semestinya dimiliki oleh semua orangtua yang
mengharapkan do’a dari anak-anaknya: Rabbi-rhamhuma kama rabbayani
shaghiran; Ya Rabb, berilah rahmat kedua orangtuaku sebagaimana mereka
dahulu mendidikku di waktu kecil.
IV.
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kewajiban orang tua terhadap anaknya mutlak dilakukan
sebagaimana kewajiban anak terhadap orang tuanya. Kewajiaban orang tua terhadap
anaknya antara lain :
1.
Memberi nama
yang baik
2.
Mengaqiqahkan
anak bila mampu
3.
Memberikan
nafkah yang halal
4.
Memberikan
pendidikan agama yang memadai guna menjaga fitrahnya sebagai manusia
5.
Memberikan ketrampilan
yang cukup untuk menunjang kehidupannya di dunia
6.
Memberikan
akhlak toleransi yang baik dalam keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan
al-Baihaqy al-Kubra, Makkah al-Mukarramah: Maktabah dar al-Baz, Juz 10,
1414, 1994.
Daradjat, Zakiah,
Pendidikan Islam dalam Keluarga dan
Sekolah, Bandung, 1995,
PT Remaja Rosda Karya
Muhammad Faiz Almath, Dr., 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran
Muhammad) Gema Insani Press..
[1] Ahmad bin
al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy
al-Kubra, Makkah al-Mukarramah: Maktabah dar al-Baz, Juz 10,
1414, 1994, hal. 15.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !