♥♥♥♥♥♥ ♥♥♥♥♥♥
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Suamiku, berapa jam sudah kita melangkah dari gerbang pernikahan yang
engkau buka dengan kunci akad. Bahagia dan haru menjadi satu. Sungguh!
Saat aku dengar kau ucapkan “Saya terima nikahnya…” itulah yang selama
ini aku nanti dan rindui. Saat dimana aku menangis sekaligus tertawa.
Suamiku, ya kini aku bisa menyebutmu suami. Bahkan ketika nanti aku
ditanya “Dengan siapa?” maka aku bangga menjawab “Dengan suami”.
Imamku yang dirahmati Allah, betapa aku mengerti bahwa pernikahan tidak
hanya antara kau dan aku. Namun juga ada keluarga besar. Ada orang-orang
baru yang kita belum tahu “bagaimana” mereka. Doa kesekian dari
beberapa jam perjalanan bahtera kita, semoga kita dapat diterima dan
menerima oleh keluarga baru ini. Semoga Allah memudahkan adaptasi ini.
Suamiku yang dimuliakan Allah, diwaktu yang lalu aku berada pada
kegamangan yang dalam. Kesesatan dalam memilih untuk tidak memenuhi
fitrahku, mengikuti sunnah rasulku. Takutku tersiksa dengan rasa
cemburu, rindu dan cinta. Takut karena yang dirasa menjadi kabur antara
fitrah dan hiasan nafsu semata. Tapi, melarikan diri pada Tuhan ternyata
begitu menentramkan. Dan aku mengerti, (mencoba) memahami.
Sayang, dua rakaat usai ijab qabul ini, ijinkanlah diri kita untuk
menjalin keakraban dan kasih sayang. Ijinkan aku memperhatikanmu dan
mendapat perhatian darimu supaya Allah memperhatikan kita dengan penuh
rahmat. Ijinkan aku merengkuh mesra tanganmu, hingga berguguran dosa
dari sela jemari kita. Ijinkan aku belajar menguntai cinta dengan
mengenalmu lebih dalam. Mencintaimu setelah pernikahan kita, karena
hari-hari kita akan panjang.
Rasanya takkan habis kata semoga hingga labuh bahtera ini pada
tujuanNya. Harapku, aku bisa menjadi pelipur duka, sahabat perjuangan,
tempat berbagimu.
Suamiku yang kucintai karena Allah, bantulah aku meneladani keagungan
Asiyah, kecerdasan iman Ummu Ismail, kemuliaan Ibunda Khadijah yang
mampu membangunkan rasa percaya diri dan keyakinan suami, meneladani
ketaqwaan Ibunda Aisyah, ketulusan Nailah yang melindungi suami hingga
jari tangannya tertebas pedang pasukan pembangkang, Nailah 18 tahun yang
tulus mencintai Ustman bin ‘Affan 81 tahun. Bantulah aku istrimu, untuk
meneladani kesetiaan Ummu Usamah.
Suamiku yang dirahmati Allah, surat ini akumulasi dari segenap rasa
rinduku padamu. Pada penantian “panjang” kala hati haus mereguk air
telaga kasih sayang. Pada rasa yang tak seharusnya ada. Rasa iri pada
mereka yang lebih dahulu mendapat barokah (semoga) pernikahannya.
Suamiku yang dirahmati Allah, betapa dulu aku rindu mencium tanganmu,
meminum susu dari pinggir gelas yang sama, rindu bersimpuh memohon
keikhlasanmu atas keadaanku sehingga Allah ridho kepadaku, rindu menetap
teduh wajahmu, mengantarmu pada bunga tidur.
Suamiku, betapa dulu aku rindu membangunkanmu di sepertiga malam dengan
kecupanku dan menyelesaikan sholat subuh bersama. Rindu menjadi tempatmu
bermanja, bercerita atau hanya diam mendengar detak jam. Rindu
merapikan anak-anak rambutmu, membiarkanmu terlelap dipangkuanku. Rindu…
rindu merasakan benih-benih yang kau semaikan tumbuh, lalu kau rasakan
gerakan kecilnya, rindu mengatakan “menantikan kelahiran si kecil”,
rindu bahwa tubuh mungil itu hadir atas kuasa Allah SWT, melihatmu
mengadzankannya di dadaku, rindu bahwa bibir kecil itu mencecap ASI,
rindu bersama mendidik jundi kita, rindu itu semua.
Masih banyak kerinduan yang tak ingin aku ceritakan, sisanya biarlah
tertoreh pada perjalanan kita mulai hari ini. Ingin kukatakan rindu pada
setiap gerak baktiku padamu. Gerak yang penuh harapan “semoga mendapat
barokah”.
Akhirnya suamiku, kusampaikan selamat datang nahkodaku. Bahtera ini
engkaulah yang menjalankannya, bawalah kami (aku dan anak-anak kita)
pada tepian hakiki, dan aku akan berusaha menjadi kelasi terbaik
untukmu.
Semoga setiap putaran kemudinya adalah kebaikan. Setiap lajunya adalah
keberkahan. Setiap angin yang berhembus adalah keridhoan. Semoga bahtera
ini berlayar dengan ketaqwaan, kasih sayang, kesetiaan. Semoga tak ada
enggan untuk mengkomunikasikan semuanya secara dialogis, sehingga ada
keterbukaan dan kejujuran. Semoga ikatan kita dunia akhirat.
Suamiku, mari bersabar dan bersyukur …
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yang selalu ingin jatuh cinta padamu setiap waktu
Istrimu
Home »
Cerita Motifasi
» Surat Buat Suami
Surat Buat Suami
Written By Unknown on Wednesday, January 23, 2013 | Wednesday, January 23, 2013
Labels:
Cerita Motifasi
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !